Rabu, 03 Juni 2015

Mannequin Glutamat


Seperti biasanya, aku menghabiskan malam dengan duduk di bangku tua melihat jejak yang riuh menapak bahagia. Berlalu-lalang melewatiku dan bermuara pada setiap pertemuan penuh haru. Diawali dengan teriakan dan sedikit loncatan kegirangan, mereka saling bersua. Tanpa ragu pelukan pun terlepas diikuti debat kecil mengenai tempat terbaik untuk bersaksi, menjadi persinggahan terhebat untuk mengisi perut dan menumpahkan cinta dari hati.
"Mirroring Suffering" | Drawing Pen dan Pensil Warna di Atas Kertas
Pergi, membuat jalanan kembali sepi..

Aku hanya tertegun memandang kisah mereka yang tak pernah bisa aku miliki. Dari celah gorden toko aku mengintip, mengagumi cinta yang hilir mudik. Jangankan bergerak, udara pun tiada guna berdekatan denganku. Poseku masih sama, angkuh menantang dengan tangan kanan menjuntai dan tangan kiriku menyentuh pinggang. Bergaya di balik kaca, kesedihan yang tertutup sempurna.

Sederhana saja, aku ingin melihat dunia lebih luas. Bercerita tentang lelahnya seharian, menjamah cangkir dengan bibirku yang kelu menahan senyum palsu, atau menyentuh pipi yang selalu terlihat lembut saat mereka menanggapi manja pasangannya. Menghabiskan waktu di kedai-kedai rindu, hingga merasakan panik waktu begitu cepat padahal ungkapan rasa masih tersendat.

Lagi-lagi, aku tak tahu diri..

Musim kian berganti, kau berubah kian dewasa. Dari kejauhan , mengagumi cinta yang hilir mudik. Jangankan bergerak, udara pun tiada guna berdekatan denganku. Sial kali ini tiada pakaian yang kukenakan, hanya plastik bening berdebu menyelimuti tubuhku. Poseku masih sama, angkuh menantang dengan tangan kanan menjuntai dan tangan kiriku menyentuh pinggang. Bergaya di balik kaca, kesedihan yang berlipat lebih tebal dari biasanya.

Renta meluruh waktu..

Bersua tanpa bicara, mengedarkan rindu..

Tiada lagi rasa iri setiap malam minggu, tiada lagi parade pelukan gratis dari kau pasangan-pasanganmu itu. Aku cemburu pada setiap pergantian namun aku juga tak bisa menuntut kesetiaan. Karena aku lebih baik diam, memendam semua luka ini sendiri agar tak ada yang ikut terlukai. Aku harus tahu diri, aku cuma pajangan yang tercipta untuk menemani, hingga muncul kebosanan, dan sesak hadir dalam ketidakterimaan.

Pergi, lagi dan lagi..

a
(wiranagara.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar